Friday, November 18, 2016

Misteri Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa


MISTERI VIHARA NAM HAI KWAN SE IM PU SA


Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa adalah tempat beribadah bagi umat Buddha.
Selain dipakai sebagai tempat beribadah, Vihara tersebut sering dikunjungi para wisatawan bahkan non Buddha sekalipun.  Karna di Vihara tersebut terdapat juga Pendopo Eyang Semar, Pendopo Prabu Siliwangi, Pendopo Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul.




Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa dibangun oleh Anothai Kamonwathin ("Mama Airin"), etnis Thailand yang telah menjadi Warga Negara Indonesia. Mama Airin merupakan satu-satunya penggagas pembangunan vihara ini hingga didirikan pada tanggal 8 Agustus 2000. Menurut penduduk setempat, mama Airin bermimpi bahwa di lokasi vihara ini, 600 tahun silam (Dinasti Qing), vihara ini telah ada, tetapi menjadi hilang karena termakan waktu. Itulah sebabnya ia berinisiatif untuk kembali membangun vihara ini. Setelah mencari lokasi yang mirip dalam mimpinya di Gunung Batu, Malang, dan Gunung Kidul, Yogyakarta, Mama Airin akhirnya menemukannya di daerah Sukabumi. Tepatnya di Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Sukabumi – Jawa Barat. Berjarak 25 km dari Pelabuhan Ratu dan 80 km dari Kota Sukabumi.

Vihara ini terletak di atas bukit yang menyodorkan panorama alam yang eksotis dan arsitektur yang unik dengan gaya Thailand.

Memasuki gerbang vihara, pengunjung akan disambut oleh patung naga berkepala tujuh berwarna emas dengan ekornya yang memanjang ke atas menyusuri anak tangga.
Patung Naga Kepala Tujuh
Patung Naga Kepala Tujuh

Di samping patung naga berkepala tujuh terdapat altar Dewi Bumi Nam Hai yang di kawal oleh sepasang patung singa berpita merah.
Altar Dewi Bumi Nam Hai

Altar Dewi Bumi Nam Hai

Altar Dewi Bumi Nam Hai

Ukiran Dinding Altar Dewi Bumi Nam Hai

Gerbang Altar Dewi Bumi Nam Hai






Patung Singa Berpita Merah

Untuk mencapai puncak dari Vihara ini kita harus mendaki 500 anak tangga.

Anak Tangga Vihara Nam Hai

Anak Tangga Vihara Nam Hai

Anak Tangga Vihara Nam Hai

Kepala Patung Naga yang Menyusuri Anak Tangga

Kepala Patung Naga yang Menyusuri Anak Tangga




Ketika kita sedang menaiki anak tangga kita akan mendapatkan sambutan ke dua dari sepasang patung naga berwarna hijau dengan bola api di tengahnya. 

Sepasang Patung Naga Hijau

Sepasang Patung Naga Hijau

Sepasang Patung Naga Hijau


Lalu semakin ke atas kita akan menemukan patung Dewa Julaihud.

Altar Dewa Julaihud

Altar Dewa Julaihud

Semakin naik ke atas lagi kita akan menjumpai altar utama yaitu Altar Dewi Kwan Im. Tempatnya cukup luas dan view yang menghadap ke pantai sangat cocok untuk berfoto-foto.

Altar Dewi Kwan Im

Altar Dewi Kwan Im 
Altar Dewi Kwan Im
Altar Dewi Kwan Im

Altar Dewi Kwan Im

Altar Dewi Kwan Im
View Dari Altar Dewi Kwan Im

Selain panorama alamnya yang eksotis dan arsitekturnya yang unik, cerita mistisnya pun menjadikan magnet untuk menarik para wisatawan.
Apabila kita terus menaiki anak tangga kita akan menemukan tempat yang berbeda, sebuah bangunan minimalis berbentuk rumah dengan desain kerajaan, yaitu Pendopo Eyang Semar, Pendopo Prabu Siliwangi, dan Pendopo Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. 

Pendopo Prabu Siliwangi

Pendopo Prabu Siliwangi


Di dalam ruangan Pendopo Prabu Siliwangi terdapat lukisan dan patung macan yang seolah-olah hidup (yang apabila kita menatapnya seolah-olah sedang berbicara kepada kita).

Lukisan & Patung Macan

Lukisan & Patung Macan

Pendopo Nyi Roro Kidul terletak di puncak vihara. Sebelum memasuki ruangan kita akan di sambut oleh patung Dewi Kwan Im yang sedang menari di atas bunga teratai.

Patung Dewi Kwan Im

Patung Dayang di Teras Pendopo Nyi Roro Kidul

Hiasan di Teras Pendopo Nyi Roro Kidul

View Dari Puncak Vihara

View Dari Puncak Vihara

View Dari Puncak Vihara

View Dari Puncak Vihara

View Dari Puncak Vihara

Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap malam jum’at kliwon Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul akan detang ke tempat tersebut. Mereka yang percaya dengan mitos tersebut akan datang berbondong-bondong, mengadakan ritual pemberkatan kepada Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul.
Di sana terdapat tempat tidur dan meja rias yang dikhususkan untuk sang penguasa Laut Selatan itu. Dengan nuansa hijau yang menyelimuti tempat tersebut. Disana juga terdapat meja kerja Presiden Soekarno beserta fotonya.
Dan juga foto ulama islam di bagian sudut bangunan. Selain itu, terdapat foto Raja dan Ratu Thailand yang di tengahnya terdapat lukisan Nyi Roro Kidul. Tidak semua orang dapat memasuki dan mengambil foto di tempat tersebut, harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari penjaganya.

Lukisan Nyi Roro Kidul

Lukisan Nyi Roro Kidul
Lukisan Nyi Roro Kidul & Dewi Kwan Im

Lukisan Wali Songo


Lukisan Nyi Roro Kidul

Saturday, October 1, 2016

WARNA-WARNI DI PASAR UBUD

WARNA-WARNI DI PASAR UBUD


            Pasar Ubud adalah salah satu pasar tradisional yang terkenal di Bali. Letaknya di Desa Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Lokasi pasar ini tepat di seberang Puri Dalem Ubud (Istana Raja Ubud).

            Pasar Ubud menjual berbagai kebutuhan. Mulai dari kebutuhan bahan makanan, keperluan upacara, hingga barang kerajinan.

            Bagian depan pasar Ubud dipenuhi deretan kios yang menjual aneka kerajinan khas Bali. Kerajinan yang banyak dipajang antara lain kain sarung, topeng, tas, dan barang anyaman aneka warna.

            Di halaman depan sisi kiri pasar terdapat sebuah pura. Pura itu bernama Pura Melanting. Pura Melanting dibangun khusus untuk pedagang di pasar. Para pedagang melakukan upacara sembahyangan di pura itu setiap hari. Waktunya bisa pagi atau sore, tergantung kesibukan masing-masing pedagang.

            Agak ke dalam setelah Pura Melanting, kita akan menjumpai sederetan pedagang bunga. Di Bali, bunga merupakan perlengkapan sesaji untuk sembahyang (menyembah Sang Hyang Widhi Wasa). Oleh karena itu, bunga merupakan salah satu kebutuhan pokok.

            Bunga-bunga ini didatangkan dari berbagai daerah di Bali. Salah satu daerah yang terkenal sebagai penghasil bunga adalah Buleleng. Di daerah pegunungan berhawa dingin itu, tanaman bunga tumbuh subur.

            Ada yang unik di pasar yang tutup sekitar pukul 6 sore ini. Para pedagang yang menempati halaman tengah pasar, mereka memiliki waktu gilir untuk berdagang. Pagi hari adalah waktu bagi para pedagang kebutuhan pokok, seperti sayuran, buah-buahan, dan kebutuhan pangan lain. Menjelang siang, halaman dibersihkan. Setelah itu, giliran pedagang barang kerajinan menempatinya sampai sore hari.

            Banyak wisatawan yang datang ke Ubud menyempatkan berbelanja di Pasar Ubud. Sebab, di sini tersedia beraneka rupa barang kerajinan yang dapat dijadikan oleh-oleh. Barangnya unik-unik. Harganya pun murah. Tentu saja jika kita pintar menawarnya.

Friday, September 30, 2016

MANTRA CILEMBU

MANTRA CILEMBU

Bagaikan mantra, kata “Cilembu” dapat mengubah segala ubi menjadi ubi madu.

Dari Desa Cilembu
            Di sepanjang jalan menuju kota Sumedang, Jawa Barat, berjejeran ubi-ubi yang dijual para pedagang. Ubi-ubi itu disebut ubi madu Cilembu. Padahal, belum tentu semua ubi itu adalah ubi Cilembu yang terkenal semanis madu.
            Ubi Cilembu yang sebenarnya berasal dari Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Sumedang, Jawa Barat. Di desa itu, hampir setengah wilayahnya dijadikan perkebunan ubi. Petani ubinya sekitar 600 orang. Konon, jika ubi Cilembu ditanam di desa lain, rasanya tidak akan seenak yang ditanam di Desa Cilembu, lo!

 

                           
Dibakar dalam Oven
            Ubi Cilembu di Desa Cilembu sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Dulu, ubi Cilembu dimasak dengan cara dikukus atau dibakar dalam tungku. Cara memasak itu lalu berubah sejak sekitar tahun 1985.
            Pada saat itu, seorang mahasiswa dari Universitas Padjadjaran mencoba memasak ubi Cilembu dengan cara dibakar dalam oven. Hasilnya, selesai dibakar dan dibelah, ubi mengeluarkan cairan yang meleleh seperti madu. Itulah sebebnya ubi Cilembu disebut ubi madu.
Bibit Nirkum
            Ubi madu itu berasal dari bibit nirkum. Kini, bibit nirkum sudah jarang ditanam. Para petani di Desa Cilembu menggantinya dengan bibit ubi lain. Kenapa bibit nirkum diganti? Meskipun ubi nirkum lebih lezat, sayangnya hasil panennya tidak sebaik dulu karena kondisi tanah yang berubah.

Tetap Dijaga
            Ternyata, ubi Cilembu yang sekarang sudah tidak sama lagi dengan yang dulu. Namun, tetap saja, ubi Cilembu harus dijaga sebagai salah satu kekayaan kota Sumedang.
            Nah, untuk menjaganya, ubi Cilembu telah mendapat Hak Kekayaan Intelektual pada 24 April 2013 dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Itu artinya, hanya ubi dari Desa Cilembu yang diakui sebagai ubi Cilembu.
            Kata “Cilembu” bagaikan mantra. Apapun ubinya, jika ditanam dengan kata “Cilembu”, ubi itu bisa laku dan terasa semanis madu. Meskipun ubinya sudah berbeda dengan ubi Cilembu yang dulu.